Beranda 7: Menapak Pesona Baduy

Tangkapan layar materi Menapak Pesona Baduy | Sumber: Prof Cecep Eka Permana
Profesor Cecep Eka Permana, Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dalam acara Beranda Sigarda ketujuh memaparkan diskusi tentang kehidupan masyarakat Baduy atau biasa disebut Urang Kanekes. Prof. Cecep menyampaikan materi yang cukup padat, namun dengan gaya yang santai sehingga tidak terkesan membebani peserta Beranda. Beberapa poin pemaparan beliau kami rangkum sebagai berikut.

Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang menjalani kehidupan dengan sederhana. Komunitas ini didapati di wilayah Provinsi Banten. Mereka secara umum mempertahankan adat tradisinya dengan ketat, termasuk pola kehidupan sehari-harinya. Masyarakat Baduy terbagi menjadi dua kelompok yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam. Perbedaan kedua masyarakat tersebut yang paling jelas adalah warna pakaian yang dikenakan. Masyarakat Baduy Luar berpakaian serba hitam, sedangkan masyarakat Baduy Dalam berpakaian serba putih.

Mereka merupakan agen pelestari alam yang nyata di Pulau Jawa Bagian Barat. Masyarakat Baduy masih mempertahankan hutan adat mereka, walau kini mulai tergerus jual-beli lahan untuk mendukung kehidupannya. Terdapat ruang-ruang religius masyarakat Baduy yang dipresentasikan dalam hutan tersebut, baik dalam ruang vertikal maupun horizontal. Pengkeramatan tersebut bukan semata-mata karena faktor religi saja, melainkan untuk melestarikan hutan yang memberikan kehidupan (makanan, tempat tinggal, sumber daya, hingga pengobatan) bagi mereka.

Masyarakat Baduy memiliki tradisi unik. Mereka selalu melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma), namun hingga kini tidak pernah terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor di wilayahnya. Mereka membuat pemukiman di bantaran sungai, namun jarang diterjang banjir. Mereka membuat rumah dari bahan organik dan jarang terjadi kebakaran. Selanjutnya, wilayah berdiam masyarakat Baduy rawan bencana gempa bumi, namun hingga kini belum ada bencana gempa yang melanda mereka. Hal itu menurut Prof. Cecep dikarenakan masyarakat Baduy memiliki dasar berpikir dan bertindak yang disebut pikukuh (ketentuan adat). Secara hemat, pikukuh merupakan dasar dari pengetahuan tradisional mengenai arif dan bijaksana yang harus dipegang teguh masyarakat Baduy untuk mendapatkan hidup yang sejahtera.

Sebagai bagian dari masyarakat Austronesia, masyarakat Baduy juga memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Mereka lazim melakukan pertanian sistem ladang yang lazim disebut huma. Mereka juga mengenal Dewi Kesuburan lokal yang disebut Nyai Pohaci (serupa dengan Dewi Sri). (Jusuf)

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama