Prasasti Jambansari


Oleh: Pandu Radea

Di abad 21, dalam rentang 20 tahun ini baru tercatat dua prasasti yang ditemukan di tatar Sunda yaitu Prasasti Cikapundung dan Prasasti Jambansari. Prasasti Cikapundung ditemukan di aliran sungai Cikapundung oleh warga setempat bernama Oong Rusmana pada 8 Oktober 2010 dan Prasasti Jambansari ditemukan oleh Indra Sugih, pegiat sejarah di Ciamis pada tahun 2014 di sungai Citanduy.

Dua prasati tersebut melengkapi temuan-temuan sebelumnya, yaitu Prasasti Kawali VI yang ditemukan oleh Sopar, Juru Pelihara Astana Gede pada tahun 1995 dan Prasasti Hulu Dayeuh yang keberadaanya sudah diketahui oleh warga namun baru diteliti tahun 1991. Dari 39 Prasasti tersebut, Prasasti Jambansari merupakan prasasti paling baru yang ditemukan di Jawa Barat. Dinamakan Jambansari karena saat diteliti, prasasti tersebut berada di Situs Jambansari, sehingga oleh penelitinya yaitu Dr. Titi Surti Nastiti dan Dr. Hasan Djafar dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dinamakan sesuai tempat dimana prasasti itu berada.Prasasti Jambansari sempat disangka Batu Kunci, yaitu salah satu batu yang disakralkan di Jambansari karena bentuknya yang mirip.

Batu Prasasti tersebut oleh Indra Sugih disimpan di rimbunan pohon waregu yang letaknya hanya beberapa meter dari pusara R.A. Kusumadiningrat. Selain Batu Kunci, dilokasi itu juga terdapat umpak batu, lingga alam dan batu lumpang.Namun setelah dilakukan pengecekan terhadap data inventarisir benda budaya di Situs Jambansari oleh arkeolog Nanang Saptono dan Endang Widyastuti dari Balai Arkeologi Jawa Barat, ternyata batu prasasti itu tidak terdaftar sebagai benda cagar budaya di Jambansari. Artinya Prasasti Jambansari adalah penghuni baru di Jambansari .

Penelitian Bu Titi Surti Nastiti dan Mang Hasan Jafar dalam jurnal arkeologi berjudul Prasasti-prasasti dari Masa Hindu Buddha (abad ke 12-16 Masehi) di Kabupaten Ciamis Jawa Barat memaparkan bahwa bentuk Prasasti Jambansari menyerupai kepala arca megalit.Dipermukaanya terpahat 3 baris tulisan. Bagian atas prasasti dihiasi pahatan 14 lingkaran spiral sulur-suluran giorlande. 8 simbol spiral mirip obat nyamuk terpahat di bagian depan dan 6 lainnya tertera di bagian belakang prasasti. Batu yang dipahat kondisinyatampak mengalami pelapukan, sehingga pahatan-pahatan hurup maupun simbol lingkaran tampak dangkal akibat terkikis.Secara paleografi Prasasti Bojongsalawe terdiri dari tiga baris dan ditulis dalam hurup Jawa Kuna yang sampai saat ini tidak dapat diterjemahkan karena hanya merupakan sambungan kata-kata yang tidak diketahui artinya.

Alih aksara Prasasti Jambansari berbunyi :(1). ta — ja—jaghana. (2). dadana tatha dadana pada bara. (3) saya ralawa sasasahaKarena tidak dapat diterjemahkan, maka prasasti Bojongsalawe menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut. Kehadirannya sebagai bukti primer tentang Galuh di masa klasik menjadi tantangan para peneliti untuk mengulik makna yang tertera dari aksara yang tak bisa dibunyikan itu. Karena di Jawa Barat, hanya Prasasti Bojongsalawe yang tidak dapat diterjemahkan.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama