Memperingati 80 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia

Oleh: Philipus Dellian Agus Raharjo


Foto pertama sampai ketiga adalah foto yang dikirim oleh Mas Yulianto tahun 2023. Ketiga foto itu kemudian saya olah dengan membuang bagian yang tidak perlu dan menambahkan penanda. Foto-foto itu tentang makam yang terdapat di Bergota, Semarang.

Foto 1. Lokasi makam R. Soegiarin di Bergota, Semarang (ditandai dengan panah merah dan kotak biru)

Pada foto pertama saya berikan tanda panah merah dan kotak biru untuk menunjukkan lokasi makam. 

Foto 2. Makam Kapitan Arab Semarang yang berdekatan dengan makam R. Soegiarin.

Kemudian pada foto kedua saya tambahkan kotak biru untuk menunjukkan makam Kapitan Arab Semarang, yang berdekatan dengan makam tokoh yang berkaitan dengan peristiwa Proklamasi.

Foto 3. Prasasti makam R. Soegiarin, Markonis Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Foto ketiga menunjukkan nama tokoh yang dimaksud dan jasanya bagi Indonesia.

Foto 4. Prasasti makam R. Soegiarin, Markonis Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Sedangkan foto terakhir adalah foto tokoh yang dimakamkan di tempat tersebut: 𝗥. 𝗦𝗼𝗲𝗴𝗶𝗮𝗿𝗶𝗻.


Dilahirkan di Grobogan, 13 Juli 1918, Soegiarin setelah dewasa menempuh pendidikan di sekolah pelayaran di Surabaya. Di situlah Soegiarin mendapat pengetahuan tentang pengiriman berita lewat radio kapal. Berita dikirim menggunakan kode morse, kombinasi bunyi pendek (dilambangkan dengan tanda titik) dan bunyi panjang (dilambangkan dengan tanda garis). Diberi nama morse sesuai dengan nama penemunya: Samuel Morse.


Pendidikan dan keahlian itu mengantar Soegiarin menjadi seorang markonis. Markonis adalah orang yang bertugas sebagai operator radio telekomunikasi kapal untuk menjaga keselamatan kapal. Sebutan markonis berasal dari nama Guglielmo Marconi (bc.: Gulielmo Markoni), seorang bangsawan, senator Kerajaan Italia, dan penemu radio. Karena itulah orang yang mengoperasikan radio telekomunikasi disebut markonis.


Selesai menempuh pendidikan, rupanya jiwa jurnalistik memanggilnya. Maka Soegiarin bergabung dalam media cetak berbahasa Belanda di Surabaya. Pada masa pendudukan Jepang Soegiarin bergabung dengan Kantor Berita Domei di Jakarta. Suasana hari-hari di Jakarta sesudah pernyataan kalah perang oleh Kaisar Hirohito memanas. Golongan Muda mendesak Sukarno untuk menyatakan proklamasi kemerdekaan.


Seperti yang saya sampaikan dalam tulisan-tulisan sebelumnya menyongsong peringatan Hari Kemerdekaan, perbedaan pendapat antara Golongan Muda dan Golongan Tua menyeret Sukarno–Hatta ke Rengasdengklok. Di rumah Djiauw Kie Siong itulah terjadi kesepakatan, bahwa proklamasi akan diundangkan secepatnya, tidak mengikuti janji Jepang yang akan menyerahkan kekuasaan pada 24 Agustus 1945.


Maka malam itu sesudah terjadi kesepakatan, kedua tokoh proklamator itu dibawa kembali ke Jakarta untuk menyusun konsep naskah proklamasi. Di rumah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, Maeda Tadashi, di Jl. Imam Bonjol No. 1, naskah proklamasi ditulis dan diketik.


Rangkaian peristiwa itu tidak luput dari perhatian seorang jurnalis Domei bernama Adam Malik. Maka sebelum teks proklamasi dibacakan oleh Sukarno, Adam Malik sebagai atasan di Domei memerintahkan Soegiarin untuk memberitakan peristiwa bersejarah itu melalui radio ke dunia internasional menggunakan kode morse.


Dengan situasi kantor yang dijaga oleh tentara Jepang pasti tidak mudah bagi Soegiarin untuk melaksanakan perintah Adam Malik. Bila ketahuan oleh tentara Jepang, nyawanya menjadi taruhan. Namun beberapa jam sebelum proklamasi dibacakan oleh Sukarno, Soegiarin sejak pagi-pagi buta menyusup di ruang mesin untuk menghidupkan mesin.


Syukurlah penyusupan Soegiarin tak diketahui orang-orang Jepang yang bertugas mengawasi aktivitas Domei. Kurang lebih setengah jam usai pembacaan naskah proklamasi, Soegiarin yang bersiaga di Kantor Domei, di kawasan Pasar Baru Jakarta, langsung menerima salinan naskah. Seketika itu disiarkannyalah berita tentang proklamasi melalui berita morse. Berita itu diterima di seluruh kantor berita negara-negara di dunia. Melalui tangan Soegiarin dunia mengetahui kemerdekaan Indonesia.


Soegiarin wafat di Jakarta pada 2 November 1987. Sesuai wasiatnya, dimakamkan di Bergota, Semarang. Menurut adiknya – Soegiarno – Soegiarin adalah sosok supel, pintar bergaul dengan banyak orang, berwajah rupawan, dan pandai bermain musik. Hampir semua temannya menyukai sosok Soegiarin.


Soegiarin atau Sugiarin, dalam bahasa Jawa awalan nama Su- berarti baik, giar atau giyar berarti siar. Maka Soegiarin telah menyiarkan berita baik kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia. Nama Soegiarin memang nyaris tak terdengar, tidak seperti nama pahlawan-pahlawan lainnya. Sampai saat ini pun tak ada yang mengusulkan nama Soegiarin sebagai pahlawan.


Menurut Soegiarno, kakaknya tidak mau mengurus tunjangan veteran, meskipun pernah berjuang dan bergabung dalam barisan Tentara Pelajar Brigade 17. Prinsipnya: berjuang tanpa pamrih. Syukur bila ada yang menghargai, kalau tidak ada, tidak akan menuntut untuk dihargai.


Pada makam Soegiarin terpampang prasasti bertuliskan "Di Sini Makam Pejuang Kemerdekaan '45 – R. Soegiarin – Markonis Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia". Tulisan tersebut menurut Soegiarno pada mulanya hanya untuk pengingat keluarga yang seringkali berziarah ke makam. Namun oleh Danramil 13 Semarang Selatan, Mayor Inf. Rahmatullah AR dibuat lebih bagus dengan batu granit hitam dengan tulisan tinta emas.


Demikianlah sekelumit kisah tentang Soegiarin yang telah memenuhi panggilan hidup dan kewajibannya sebagai bangsa Indonesia yang sedang berjuang merebut kemerdekaan.


MERDEKA!

1 Komentar

  1. Masya Allah keren.. luar biasa.. sepak terjang dan hati beliau sangat layak diteladani khususnya pada jiwa tanpa pamrih dan gagah berani mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan bangsa.

    BalasHapus

Posting Komentar

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama