Gastronomi Jawa Kuna dan Situs Cabean Kunti

Bertempat di Situs Patirtaan Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada Minggu, 20 Juli 2025, Sigarda Indonesia mengadakan kegiatan bedah buku dan kunjungan situs.


Sehari sebelum pelaksanaan kegiatan, yaitu Sabtu, 19 Juli, bahkan sudah ada peserta dari luar Boyolali yang sudah datang. Mereka menginap di Selo, sekitar Cepogo, dan Boyolali. Tak ingin kehilangan momen di Boyolali, ada peserta yang menikmati hidangan khas Boyolali: sambel léthok alias sambel tumpang.


Sebelum acara bedah buku, para peserta yang berasal dari berbagai kota seperti Yogyakarta, Surakarta, Sragen, Sukoharjo, Salatiga, Kebumen, Kendal, Semarang, Surabaya, Bekasi, Jakarta, dan Medan, dipandu oleh Pak Makmun sebagai petugas juru pelihara situs dari BPK X untuk menjelajah Situs Patirtaan Cabean Kunti.


Ada tujuh sendang di petirtaan ini, yaitu Sendang Jangkang, Sedang Sidotopo, Sedang Lerep, Sendang Kunti Lanang, Sendang Panguripan, Sedang Kunti Wadon, dan Sendang Semboja. Situs Petirtaan Cabean Kunti terletak di pinggir Kali Kunti atau Pule, berada di lereng timur Gunung Merapi pada ketinggian 750 mdpl. Situs ini merupakan petirtaan agama Buddha dan dibangun pada masa Mataram Kuno. Dilihat dari ornamen yang berada pada dinding Sendang Lerep, disimpulkan situs ini dibangun antara abad VIII–X masehi.

Gambar 1. Situs Petirtaan Cabean Kunti
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Setelah selesai menjelajahi situs patirtaan, para peserta kembali ke pendapa untuk mengikuti acara bedah buku.


Buku yang dibedah adalah karya guru besar Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc., yang berjudul "Makanan dan Minuman Jawa Kuno Berdasarkan Sumber Tertulis". Isi buku tersebut pada dasarnya adalah catatan-catatan Prof. Timbul Haryono pada saat kuliah. Jenis-jenis boga yang disajikan dalam buku tersebut bersumber dari beberapa prasasti abad X.


Dalam kesempatan itu Prof. Timbul Haryono menjelaskan fungsi boga atau makanan sebagai fungsi domestik atau yang dimakan sehari-hari, fungsi sosial, dan fungsi religius. Selain menjelaskan tentang fungsi, beliau juga menerangkan aspek boga sebagai budaya behavioral dan transformasional.


Bertindak sebagai pembedah buku adalah Kang Rendra Agusta dosen dan seorang filolog dari Institut Sraddhasala. Selain mengulas isi buku, Kang Rendra juga menyampaikan kritik yang lebih bersifat editorial, khususnya pada pelatinan bahasa Jawa Kuna. Ada beberapa kata yang tidak menyertakan tanda diakritik, yang sangat penting fungsinya untuk memahami teks berbahasa Jawa Kuna.


Kang Rendra melalui materi berjudul "Boga Sadhana" mencoba melengkapi khazanah tentang makanan Jawa Kuna hingga masa peralihan Hindu-Buddha ke Islam di Jawa.

Gambar 2. Bedah Buku Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc.
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Usai acara bedah buku, dilanjutkan dengan santap siang. Dengan alas daun pisang, menu yang disajikan adalah urap atau gudangan. Bahan gudangan yang dipakai adalah daun-daunan yang terdapat di daerah Cepogo, seperti daun adas, daun singkong, dsb. yang disantap bersama sambal urap, peyek ikan asin, dan kerupuk. Sebagai minuman, disajikan teh manis hangat.


Matahari merangkak semakin tinggi dan mulai bergulir ke barat. Selesai menikmati nasi urap, beberapa peserta ada yang berpamitan untuk pulang, ada pula yang ikut kegiatan jelajah di Candi Lawang dan Candi Sari, Cepogo.


Acara yang diselenggarakan oleh Sigarda Indonesia selesai ketika matahari sudah berada di balik Gunung Merapi. Dari pendaftaran tercatat 65 orang, namun pada hari-H ada 9 peserta yang tidak bisa datang. Dengan demikian ada 56 peserta ditambah 5 orang panitia yang terlibat dalam acara Bedah Buku dan Kunjungan Situs Patirtaan Cabean Kunti ini.


Sampai jumpa pada kegiatan berikutnya!


𝙎𝒊𝙜𝒂𝙧𝒅𝙖 𝙋𝒆𝙣𝒈𝙜𝒆𝙧𝒂𝙠 𝙍𝒐𝙙𝒂 𝑩𝙪𝒅𝙖𝒚𝙖 𝙆𝒊𝙩𝒂 𝑩𝙚𝒓𝙨𝒂𝙢𝒂


#kenali

#cintai

#bersama

#sigarda_indonesia

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama