Lima Candi Pendharmaan Raja-raja Singhasari

Oleh: Satok Yusuf


Halo Sobat Sigarda!

Taukah kalian tentang candi?

Menurut pendapat umum, semua tinggalan masa kuno yang berbentuk struktur atau bangunan lazim disebut candi. Namun, para arkeolog membagi lebih spesifik mengenai hal itu.

Candi menurut Soekmono dalam bukunya, Candi Fungsi dan Pengertiannya merupakan bangunan suci untuk pemujaan. Pada percandian di Jawa Timur, terbagi dua jenis candi pemujaan yaitu candi pemujaan dewa dan candi pemujaan leluhur. Candi pemujaan dewa adalah bangunan untuk memuja dewa tertentu, lazim dijumpai di Indonesia adalah candi pemujaan Dewa Siwa dan panteonnya. Adapun candi pemujaan leluhur lazim disebut candi pendharmaan. Candi pendharmaan bukanlah makam atau kuburan dari seorang bangsawan, melainkan bangunan suci untuk memperingatinya saja. Jenazah bangsawan yang meninggal dibakar, kemudian abunya dilarung ke perairan. 


Pembangunan candi pendharmaan pada masa Majapahit diduga kuat dilakukan 12 tahun paska wafatnya sang bangsawan. Hal itu didasarkan atas perhitungan pembangunan Candi Pendharmaan Gayatri Rajapatni di Bhayalangu berdasarkan uraian Kitab Negarakertagama. 


Selain Candi Boyolangu, terdapat beberapa candi pendharmaan lainnya yang tersebar di Jawa Timur. Percandian tersebut berasal dari periode Singhasari-Majapahit. Mengapa hanya demikian? Sebab konsep pendirian candi pendharmaan marak terjadi pada masa tersebut. Kitab Negarakertagama yang digubah pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dari Majapahit sebenarnya menyebut terdapat 27 candi pendharmaan yang pengelolaannya diawasi oleh negara, namun hingga kini hanya terdapat beberapa saja candi yang telah teridentifikasi. Berikut adalah beberapa candi pendharmaan masa Singhasari.


1. Candi Kidal

Gambar 1. Candi Kidal
Sumber: Kemdikbud

Candi Kidal berlokasi di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Candi ini merupakan pendharmaan dari Raja Anusapati dari Kerajaan Singhasari. Hal itu didasarkan uraian kitab Negarakertagama bahwa Bhatara Anusapati wafat pada 1248 dan didharmakan di Kidal sebagai Siwa. Candi ini berarsitektur menara prasadha dengan gaya seni Singhasari. Candi menghadap ke barat, ditandai dengan lokasi tangga naik di sisi barat.


Konon, terdapat arca Siwa dan Wisnu dari candi ini yang sekarang arcanya disimpan di Royal Tropical Institute Amsterdam - Belanda. Candi ini tersusun atas batu andesit, menghadap ke barat. Pada kaki candi dihiasi empat adegan relief Garudeya (perjuangan Garuda memerdekakan ibunya dari perbudakan naga).


2. Candi Jago

Gambar 2. Candi Jago
Sumber: Kemdikbud 

Candi Jago berlokasi di Dusun Jago, Desa dan Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Candi ini merupakan pendharmaan Raja Wisnuwarddhana sebagai Buddha dari Kerajaan Singhasari. Hal itu didasarkan atas uraian kitab Negarakertagama bahwa Bhatara Wisnuwarddhana wafat pada 1268, didharmakan sebagai Siwa di Waleri dan sebagai Jina di Jajaghu. Candi menghadap ke barat, ditandai dengan dua tangga naik-turun di sisi barat. Arsitektur candi diduga kuat berbentuk batur punden berundak pada bagian kaki, kemudian dinding badan candi dari batu andesit, dan atapnya berupa ijuk bersusun (tumpang) seperti bangunan meru pada pura di Bali.


Dahulu terdapat arca pantheon Buddha di candi ini. Arca utama adalah Amoghapasa Lokeswara yang saat ini masih berada di halaman candi, dengan kondisi kepalanya hilang. Terdapat pula empat arca murid Amoghapasa yaitu Hayagriwa, Bhrkuti, Syamatara, dan Sudhanakumara yang saat ini disimpan di Museum Nasional - Jakarta. Dahulu juga ditemukan arca Manjusri yang dipahatkan prasasti yang dibuat oleh Adityawarman. Arca-arca tersebut berasal dari periode Singhasari.


Arsitektur dan gaya seni candi berlanggam Majapahit. Hal itu ditandai dengan bentuk bangunan punden berundak yang menjadi salah satu gaya bangunan suci masa Majapahit, serta gaya pahatan relief kaku yang menyerupai tokoh wayang. Terdapat relief Kresnayana, Arjunawiwaha, Ari Dharma, dan Kunjarakarna yang dipahat menghiasi kaki candi. 


Perbedaan periode antara arca dan bangunan pada Candi Jago mengindikasikan bahwa bangunan ini mulanya didirikan oleh Raja Kertanegara, putra Raja Wisnuwarddhana. Candi tersebut kemudian direnovasi oleh penguasa pada masa Majapahit, menurut pendapat ahli adalah Adityawarman berdasarkan temuan prasasti pada sandaran arca Manjushri.


3. Candi Pertapan

Gambar 3. Candi Pertapan
Sumber: Kemdikbud 

Candi Pertapan-Mleri berlokasi di Puncak III Gunung Pegat, Desa Bagelenan, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. Candi ini tersisa bagian kaki dengan tangga di sisi barat. Candi ini merupakan pendharmaan Raja Wisnuwarddhana sebagai Siwa dari Kerajaan Singhasari. Hal itu didasarkan atas uraian kitab Negarakertagama bahwa Bhatara Wisnuwarddhana wafat pada 1268, didharmakan sebagai Siwa di Waleri dan sebagai Jina di Jajaghu.

Lokasi Candi Pertapan sebelum menjadi tempat pendharmaan Raja Wisnuwarddhana merupakan kabuyutan merdeka pada masa pemerintahan Raja Kertajaya dari Kadiri. Hal itu didasarkan atas uraian Prasasti Subhasita (1120 Saka).


Temuan relief Arjunawiwaha bergaya Singhasari dan beberapa panil relief adegan kehidupan sehari-hari bergaya Majapahit mengindikasikan bahwa candi ini dibangun dalam beberapa waktu. Pertama, Raja Kertanegara mendirikan bangunan pendharmaan Raja Wisnuwarddhana sebagai Siwa di puncak III Gunung Pegat. Raja Jayanegara dari Majapahit kemudian merenovasi bangunan tersebut berdasarkan konteks temuan Prasasti Blitar.


Di lembah selatan Gunung Pegat merupakan wilayah Mleri yang telah dikenal sejak masa Kadiri. Terdapat temuan Prasasti Mleri I yang memberitakan anugerah Raja Aryyeswara dari Kadiri kepada penduduk Meleri. Selanjutnya, kitab Negarakertagama menyebutkan Raja Wisnuwarddhana didharmakan di Waleri. Ratu Tribhuwana dari Majapahit, dalam Prasasti Palungan menyebutkan bahwa wilayah ini termasuk wilayah Padlegan yang berbatas utara gunung (Pegat). Toponimi Meleri atau Waleri masih dijumpai di tempat ini, berupa punden kuburan Mbah Mleri yang berlokasi di lembah selatan Gunung Pegat.


4. Candi Singosari

Gambar 4. Candi Singosari
Sumber: Kemdikbud

Candi Singosari berlokasi di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Candi ini menghadap ke barat, tersusun atas batu andesit dan berarsitektur menara prasaddha menyerupai gunung meru. Atap candi tersusun atas satu bangunan menjulang dengan penampakan seolah-olah candi bertingkat dua dengan adanya pintu semu di sisi atas. Satu atap utama kemudian dikelilingi empat atap yang mengesankan bahwa candi ini beratap lima gunung. 


Terdapat arca Bhairawa Kalacakra, Durga Mahisasuramardhini, Ganesa, Agastya, Nandiswara, dan Mahakala yang dulu berada di relung candi. Arca tersebut, kecuali Agastya saat ini berada di Museum Volkenkunde Belanda. Kabar gembira, arca ini pada saat ini dalam proses repatriasi ke Indonesia, meliputi pengembalian arca Durga, Ganesa, Mahakala, dan Nandiswara bersama 468 koleksi lainnya yang berasal dari Bali, Lombok, dan Jawa. Sayangnya, arca Bhairawa Kalacakra belum dikembalikan ke Indonesia, padahal arca tersebut diduga kuat menjadi pengisi ruang utama Candi Singosari. Selain arca-arca tersebut, dahulu juga ditemukan konstelasi arca Asta Dikpalaka (delapan dewa penjaga arah mata angin), namun keberadaan arca ini sebagian tidak diketahui, sedangkan sebagian diletakkan di halaman candi dengan kondisi rusak parah.


Candi Singosari didirikan pada masa akhir Singosari berdasarkan gaya seni arcanya. Candi ini menjadi tempat pendharmaan Raja Kertanegara yang wafat pada 1292. Uraian prasasti Gajah Mada yang ditemukan di halaman candi ini, memberitakan bahwa Gajah Mada (1351) sebagai kepanjangan tangan Ratu Tribhuwana dari Majapahit mendirikan caitya untuk memuliakan mendiang Raja Kertanegara dan mahabrahmana pengikut setia sang raja. Hal itulah yang melandasi para ahli bahwa Candi Singosari direnovasi oleh bangsawan Majapahit.


5. Candi Jawi

Gambar 5. Candi Jawi
Sumber: Kemdikbud 

Candi Jawi berlokasi di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Candi ini tersusun atas tiga material yaitu bata merah pada bagian penguat struktur bangunan, gapura, dan kolam, batu andesit pada kaki candi, dan batu kapur pada badan dan atap candi. Gapura candi di sisi barat yang menandakan bahwa bangunan ini memiliki akses di sisi barat. Menariknya, candi ini memiliki arah hadap ke timur yang berlainan dengan candi pada periode sezaman. Selain itu, candi ini juga menggambarkan konsep samudramantana yang sangat jelas, ditandai dengan candi yang dikelilingi kolam sebagai simbol gunung dikelilingi samudra.


Uraian kitab Negarakertagama memberitakan bahwa candi ini merupakan tempat pendharmaan Raja Kertanegara sebagai Siwa-Buddha yang wafat pada 1292. Hal itu dijelaskan oleh Mpu Prapanca dalam karya sastranya bahwa saat Raja Hayam Wuruk berziarah ke candi tersebut pada 1359, ia menanyakan keberadaan arca Siwa yang indah dan Buddha di atas Siwa. Pengurus candi menuturkan kepada sang raja bahwa arca tersebut telah hilang disambar petir pada 1331.


Berita tersebut mengindikasikan bahwa bangunan yang didirikan pada masa Singhasari tersebut pernah mengalami kerusakan, kemudian direnovasi pada masa Majapahit. Hal itu selaras dengan gaya arsitektur candi dan penggambaran relief yang bergaya Majapahit. Adapun arca yang tersisa dari candi ini berlanggam Singhasari, antara lain arca Durga Mahisasuramardhini yang saat ini disimpan di Museum Mpu Tantular - Sidoarjo, arca Nandiswara yang saat ini disimpan di PIM Mojokerto, dan fragmen arca Ardhanariswara yang saat ini disimpan di gudang penyimpanan halaman Candi Jawi.


Candi Jawi dahulunya sangat besar dan tersadapat banyak bangunan serta saluran air. Hal itu didasarkan atas penggambaran denah candi yang diabadikan pada relief Candi Jawi. Suatu konsep pengabadian denah candi yang menarik dan langka pada masa Hindu-Buddha.


Demikianlah lima candi pendharmaan Raja Singhasari. Sebenarnya, masih terdapat candi pendharmaan raja Singhasari lain yang belum dituliskan dalam artikel ini, yaitu candi pendharmaan Ken Angrok di Kagenengan. Mengenai candi ini masih menjadi perdebatan para ahli dan hingga kini belum didapati tulisan ilmiah yang menguraikan hal tersebut. 


Sumber:

  • Soekmono. 2017. Candi, Fungsi dan Pengertiannya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

  • Mulyana, Slamet. 2011. Tafsir Sejarah Negara Kretagama. Bantul: PT. LKiS Printing Cemerlang.

  • Sedyawati, ‭ ‬Edi., ‭ ‬Santiko, ‭ ‬H., ‭ ‬Djafar,  H.,‭ ‬Maulana,  R., Ramelan, W. D., & Ashari, C. (2013). Candi Indonesia Seri Jawa‭ (W. D. S. Ramelan ‬(ed.)). Jakarta: DPCBP Kemdikbud RI.

  • Yanuarwati, Wulan. 2023. “Belanda Kembalikan 472 Benda Bersejarah Milik Indonesia, Ada Arca Duga hingga Ganesha dari Abad 13”, Jawa Pos Radar Jogja.

  • Yusuf, Muhamad Satok., IW Srijaya, CP Titasari. 2021. “Aktivitas Religi di Situs Candi Pertapan Kabupaten Blitar, Jawa Timur pada Masa Kadiri hingga Majapahit”, Berkala Arkeologi Sangkhakala 24(2).

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama