Fort Rotterdam: Bukti Kekuasaan Kolonial di Kota Makassar


Fort Rotterdam: Bukti Kekuasaan Kolonial di Kota Makassar
Oleh: Meira Syahrani S

Sejarah panjang masa kolonial di Indonesia dapat dilihat sampai saat ini melalui bangunan atau benda bersejarah yang tersebar di seluruh Indonesia. Salah satu kota di Indonesia yang masih memiliki bangunan bersejarah adalah Kota Makassar yang merupakan ibukota dari Provinsi Sulawesi Selatan. Bangunan bersejarah yang ada di Kota Makassar antara lain: Benteng Rotterdam, Museum Kota Makassar, Gedung Mulo, Gereja Katedral dan Gedung Kesenian.

Benteng Rotterdam atau Fort Rotterdam merupakan salah satu bukti kekuasaan kolonial di Kota Makassar yang berlokasi di kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Fort Rotterdam atau dikenal juga dengan nama Benteng Ujung Pandang berfungsi sebagai pemukiman, tempat ibadah, pusat perdagangan, dan pemerintahan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa IX yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' Kallona. Diserahkan kepada pihak Belanda melalui perjanjian Bongaya tahun 1667 yang mengubah arsitektur bangunan dan pemanfaatannya. 

Pemerintah kolonial membangun 15 buah bangunan dengan gaya aristektur abad XVII.
Orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur. 
Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros dengan luas areal 28.595,55 m2 dengan luas keseluruhan bangunan 11.805,85 m2. Benteng Rotterdam memiliki denah dasar segi empat dengan pintu besar di sebelah barat menghadap ke laut dan pintu kecil di sebelah timur. Bagian tembok dinding yang tertinggi 7 meter dan bagian yang terendah 5 meter dengan ketebalan dinding 2 meter.
Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan. Sekilas dinding-dinding tembok benteng berwarna kehijauan. Mencoba menelusur lebih dekat, mengitari sepanjang tembok mengitari bangunan-bangunan dalam kawasan benteng, ternyata warna kehijauan adalah lumut yang mulai menyelimuti tembok tersebut.

Daftar Rujukan:
  • Chandra,P. 2013. Fort Rotterdam: Wisata Sejarah Makassar yang Hampir Kehilangan Nilai Sejarah. Academia.edu
  • Hayati,R. 2014. Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya Di Kota Makassar. JUMPA . Vol 1(1).

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama