Studio Foto Seni Gerak Cepat

Kondisi Gedung Studio Seni Gerak Cepat pada tahun 2021
 

Oleh: Ikadewi Retnosari

Masih tentang Kampung Melayu Kota Semarang, ada beberapa bangunan bersejarah yang masih tetap berdiri hingga sekarang, Meski kondisinya banyak yang kurang terawat. Bangunan tua ini terletak persis di sudut jalan Kampung Melayu, tepatnya Jalan Layur No. 121, yang lebih dikenal sebagai bangunan Studio Foto Seni Gerak Cepat. Tetapi papan namanya sekarang sudah diturunkan karena tidak ada aktivitas jasa studio fotonya.

Rumah ini sekarang ditinggali ibu Nurul Hidayah binti Ali Machoroos, bersama suami dan 1 anaknya. Menurut cerita bapak Agus, suami ibu Nurul, rumah ini dulu sempat dijadikan tempat penitipan barang-barang milik calon jamaah Haji yang berangkat dari Pelabuhan Semarang, “Dulu sepanjang jalan Layur ini banyak sekali rumah yang dijadikan padepokan para jamaah Haji sebelum mereka berangkat dengan kapal dari Pelabuhan Semarang. Dulu Kali Semarang ini menjadi jalur sungai untuk kapal2 kecil yang melangsir para jamaah itu menuju ke kapal, yang berlabuh agak jauh karena pelabuhan Semarang belum bisa disinggahi kapal besar” tutur beliau (01/03/2021).

Kemudian pada masa sebelum kemerdekaan, rumah ini juga sempat dijadikan pesantren Al Irsyad, kemudian menjadi SR atau SD Al Irsyad, sebelum akhirnya sekolah dipindah ke lokasi baru. Ada 6 lokal ruangan yang dipakai dengan menyekat-nyekat bagian rumah. Dan terakhir, rumah ini dijadikan Studio Foto milik bapak Ali Machoroos. Studio ini sangat terkenal di era tahun 70-80 an.

Jika menilik dari segi arsitektur, bangunan tersebut mengusung gaya tradisional Tiongkok dan Belanda. Karakteristik paling terlihat dari penggunaan kerangka kayu, sementara tembok menjadi pemisah antar ruang, bukan untuk menahan beban keseluruhan rumah. Penggunaan jendela dengan desain yang indah dan pola-pola bunga pada bagian atas jendela, dengan ukuran jendela yang besar

Namun sekarang kondisi bangunan ini sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan. Atap lantai 1 yang sangat rendah, lantai yang harus ditinggikan karena rob yang hampir selalu melanda wilayah ini. Ada empat pilar yang digunakan untuk menyangga papan lantai dua. Kesemuanya terbuat dari kayu jati. Kini tinggi pilar tersebut hanya tersisa 3/4, sementara 1/4 bagian lainnya sudah terpendam tanah urug. Beberapa tembok di sudut ruangan bangunan Belanda bergaya arsitektur Cina itu juga mulai runtuh. Kayu dan papan jati yang ada di lantai dua juga mulai termakan usia. Sementara di sudut bangunan, beberapa tumbuhan juga dibiarkan tumbuh merayap di sela-sela tembok yang batu batanya mulai nampak tergerus dan terkelupas lapisan semennya.

Menurut informasi Bapak Agus, rumah ini sekarang di bawah pengelolaan Yayasan Masjid Layur yang menerima bangunan ini sebagai wakaf dari Yayasan Al Irsyad. Sementara bapak Ali Machoroos hanya menjadi penyewa, dan sekarang dilanjutkan putrinya, ibu Nurul.

Sebuah plakat marmer bertuliskan Nomor D 34, berdasarkan keputusan Wali Kota Semarang Nomor 646/50/Tahun 1992, menyatakan jika bangunan sebagai tempat tinggal di jalan Layur 121 tersebut, merupakan bangunan cagar budaya (lihat foto 5). Maka sudah pasti tidak boleh sembarang memperbaiki bahkan mengubah bangunan ini. Sehingga bagaimana nasib bangunan ini tentu saja harus menjadi perhatian dan tanggungjawab pihak2 yang berwenang.

Berikut dokumentasi kondisi bangunan pada bulan Maret 2021;

 

Foto 1, 2, dan 3 
menunjukkan bagian depan rumah yang dindingnya banyak ditumbuhi tanaman paku

 

Foto 4 dan 5 
merupakan marmer penanda Bangunan Cagar Budaya ada di bagian sanping pintu masuk

 

Foto 6 dan 7 
pada bagian dalam rumah, terlihat tiang penyangga ysng tingginya 
tersisa 2/3 nya dan jendela yang masih asli bentuknya

 

Foto 8 dan 9 terlihat bagian lantai 2 serta tangga menuju ke lantai 2

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama