Kemah Budaya 4: Merajut Harmoni Budaya Tionghoa dan Islam Masyarakat Cirebon

by Pippo Agosto


Salam Sigarda Indonesia


Kemah Budaya ke-4 Sigarda Indonesia

"Merajut Harmoni Budaya Tionghoa dan Islam Masyarakat Cirebon, 1–2 November 2025"


Gunung Ciremai berdiri kukuh, puncaknya menembus awan. Di kaki gunung tertinggi di Jawa Barat itu, di Bumi Perkemahan Ipukan, Kuningan, 12 tenda didirikan mengelilingi lapangan. Di tempat itulah para peserta kemah budaya ke-4 Sigarda bermalam.


Hari pertama, para peserta dari berbagai kota seperti Jakarta, Kuningan, Kroya, Kebumen, Yogyakarta, Ponorogo, Surabaya, Malang, dan Semarang tiba via dua stasiun kereta api yang ada di Cirebon. Malah sudah ada peserta yang datang sehari sebelumnya dan menginap di Cirebon.


Panitia dengan tiga kendaraan menjemput para peserta, lalu menuju Linggarjati – titik kumpul yang telah ditentukan. Beruntung ada peserta yang membawa kendaraan sendiri, sehingga dapat mempermudah transportasi peserta dari satu lokasi ke lokasi lainnya.


Di lokasi ini beberapa peserta menikmati isi Gedung Museum Perundingan Linggarjati. Setelah itu rombongan bergerak menuju situs dan Museum Purbakala Cipari. Di tempat ini narasumber Dr. Lutfi Yondri membagikan ilmunya di bidang kepurbakalaan kepada para peserta. Selain menerangkan hal ihwal situs Cipari, beliau juga memaparkan hasil penelitian tentang situs Gunung Padang.

Gambar 1. Pemaparan Situs Purbakala Cipari oleh Dr. Lutfi Yondri (Peneliti BRIN)
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Menjelang sore, rombongan meninggalkan Cipari menuju Bumi Perkemahan Ipukan, Kuningan.


Para peserta menempati tenda sesuai pembagian oleh panitia. Senja di Ipukan menyapa. Beberapa peserta berani mengguyur badan dengan air yang sedingin es, beberapa lainnya menunda mandinya esok pagi.


Malam merangkak naik. Sinar rembulan menerobos di sela-sela daun pinus. Tikar dibentang dihamparkan bagi peserta untuk acara makan malam. Selesai makan, acara dilanjutkan dengan diskusi sesi pertama. Sebagai narasumber adalah Bapak Waryo Sela – seniman topeng Cirebon. Beliau menerangkan dengan panjang lebar jenis-jenis seni tradisional yang berkembang di Cirebon sejak zaman baheula hingga zaman kiwari. Pak Waryo tidak hanya mahir seni topeng, melainkan juga menari topeng, bermain gamelan, dan wayang. Berbekal keahliannya ini, beliau melanglang buana hingga ke negerinya Raffles.

Gambar 2. Pemaparan Materi Seni Tradisional Cirebon dan Penampilan Tari Topeng oleh Bapak Waryo Sela
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Sesi pertama selesai. Untuk mengisi jeda, tampil para pesilat dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Kuningan. Mereka menampilkan jurus-jurus silat yang menarik perhatian. Mereka juga menampilkan atraksi menggunakan api. Nafas para peserta kemah sesaat berhenti ketika kepala salah satu pesilat dihantam dengan lampu TL (neon). Bunyi ledakan dan pecahan beling lampu berhamburan, disusul tepuk tangan dan decak kagum para peserta kemah.

Gambar 3. Penampilan Pencak Silat oleh Siswa MAN 1 Kuningan
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Sesi kedua menampilkan Bapak Mustaqim Asteja – seorang sejarawan otodidak dan ahli cagar budaya Cirebon. Sesuai dengan kompetensinya, maka materi yang disampaikan berkaitan dengan sejarah dan cagar budaya di Cirebon. Supaya peserta tidak bosan, Pak Mustaqim menyampaikan materi diselingi dengan menembangkan Dhangdhanggula dan Sinom. Isi tembang adalah tentang sejarah Cirebon dari masa berdiri hingga masa perpecahannya menjadi Kasepuhan dan Kanoman, juga tentang 3 lokasi yang akan dikunjungi pada hari ke-2 Kemah Budaya.

Gambar 4. Penyampaian Materi dan Tembang oleh Bapak Mustaqim (Sejarawan dan Ahli Cagar Budaya Cirebon)
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Udara dingin kaki Gunung Ciremai semakin erat memeluk badan para peserta. Tampaknya jaket tebal yang dipakai, tidak bisa 100% menghalangi udara dingin menyusup di sela-sela tenunan jaket. Oleh karena itu, ada beberapa peserta masuk tenda lebih awal.

Gambar 5. Suasana Hangat Malam Hari di Bumi Perkemahan Ipukan
Sumber: Dokumentasi Pribadi 


Hari kedua, 2 November, ufuk timur bermandikan cahaya merah kekuningan. Bulatan api raksasa bergerak semakin tinggi meninggalkan cakrawala. Para peserta mengisi pagi dengan berjalan-jalan di area bumi perkemahan. Ada yang asyik melihat surili yang bergelantungan dari dahan ke dahan, mencari makanan berupa pucuk-pucuk daun. Ada pula peserta yang turun ke lembah untuk melihat air terjun. Ada dua air terjun di lembah, yaitu Curug Cisurian dan Curug Payung. 


Selesai menikmati keindahan ciptaan Tuhan, para peserta berkumpul untuk sarapan. Setelah itu berkemas-kemas sebelum meninggalkan Bumi Perkemahan Ipukan menuju Cirebon.


Lokasi pertama yang dikunjungi hari ini adalah Kampung Jamblang (詹布朗村, dalam bahasa Mandarin Zhānbùlǎng Cūn atau Chanpolang Choan dalam dialek Hokkien).



Di tempat ini Pak Mustaqim menjelaskan Kampung Jamblang masa kuna. Jamblang adalah tempat istimewa pada masa kesultanan Cirebon sebelum pecah. Saking istimewanya, terdapat 2 stasiun kecil kereta api yang dipakai untuk transportasi pekerja dari Jamblang ke Cirebon dan sebaliknya.


Para peserta tidak lupa datang ke Klenteng Jamblang. Menurut penuturan turun-temurun, ada kaitan erat antara Klenteng Jamblang dengan masjid agung di Cirebon. Tuan rumah Klenteng Jamblang adalah Dewa Bumi (福德正神, dalam bahasa Mandarin Fu De Zhing, dan Him KK c : hv=@3

Gambar 6. Momen Foto Bersama Peserta Kemah Budaya 4 di Klenteng Jamblang
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Dari Kampung Jamblang rombongan bergeser menuju Masjid Merah Panjunan. Di tempat ini para peserta menunaikan ibadah sholat dhuhur.

Gambar 7. Pemaparan Materi Sejarah Masjid Merah Panjunan oleh Bapak Mustaqim
Sumber: Dokumentasi Pribadi



Selepas sholat, Pak Mustaqim menjelaskan sejarah Masjid Merah Panjunan. Dari tempat ini rombongan berpindah menuju lokasi terakhir, Klenteng Talang.


Kedatangan kami di Klenteng Talang disambut dengan tarian naga (liong) yang dibawakan oleh anak-anak dan remaja yang ikut latihan wushu di klenteng. Kami juga dijamu dengan sajian tahu gejrot.


Di Klenteng Talang para peserta makan siang, dilanjutkan acara berkeliling klenteng. Kemudian kami berkumpul untuk menyaksikan tari mangzhong (芒种) oleh grup Tandawa Ratri. Tarian ini bercerita tentang kegiatan panen.


Selesai tari mangzhong, anak-anak dan remaja Klenteng Talang kembali tampil dengan jurus-jurus wushu. Kami dibuat terpukau oleh kemahiran mereka.

Gambar 8. Kedatangan Peserta di Sambut Pertunjukan Barongsai oleh Remaja Klenteng Talang
Sumber: Dokumentasi Pribadi 


Akhirnya sampai juga pada acara terakhir: penutupan acara Kemah Budaya ke-4 Sigarda di Kuningan dan Cirebon. Ada kuis berhadiah dan penyerahan cinderamata dari kami untuk pihak klenteng. Sesi foto bersama di Klenteng Talang menutup seluruh rangkaian kegiatan kemah budaya.

Gambar 9. Momen Foto Bersama Pihak Klenteng Talang
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Demikianlah, acara yang telah direncanakan jauh-jauh hari ini akhirnya selesai dengan banyak kejutan. Pada saat diumumkan akan ada kemah budaya, di luar sana banyak tanggapan, mulai dari yang meragukan bahwa kegiatan ini dapat terselenggara, yang mendukung, sampai pihak-pihak yang tidak berpendapat apa-apa. Sedangkan dari segi cuaca, ada kekhawatiran turun hujan deras selama kemah budaya. Akan tetapi syukur kepada Allah, selama penyelenggaraan cuaca sangat bersahabat. Hujan hanya turun sejenak ketika kami di Kampung Jamblang.


Terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Kemah Budaya ke-4 Sigarda Indonesia.


Sampai jumpa dalam kegiatan lapangan selanjutnya bersama Sigarda Indonesia!


#cintai

#kenali

#bersama

#sigarda_indonesia

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama