GEDUNG ARSIP NASIONAL

 


Gedung Arsip Nasional Indonesia | sumber: wikimedia.org


Penulis: Nur Ramadhani Abdillah


    Siapa yang akan meyangka bahwa bangunan bergaya khas indies, ternyata dahulunya merupakan tempat tinggal dari Gubernur Jenderal Reinier De Klerk. Ya, bangunan tua yang berlokasi di Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat ini selalu mencuri pandangan setiap pengendara yang melewati jalan itu. Bangunan yang kini dikenal sebagai Museum Arsip Nasional Republik Indonesia, menyimpan banyak sekali catatan historis terkait usia bangunan yang hampir mencapai 264 tahun tersebut.


    Bangunan itu didirikan oleh Gubernur Jenderal VOC Reyner De Klerk pada tahun 1755 dan rampung pada 1760. Pada masa kolonial sekitar abad ke-18 M, kawasan Gajah Mada – Hayam Wuruk dikenal sebagai kawasan tempat tinggal elite di Batavia.


  

    Gambar 1. Kondisi bangunan tampak samping | Foto: Hadi Putra

 

    Melihat dari megahnya bentuk bangunan, menunjukkan gaya hidup glamor, feodal dan mewah Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, salah satunya adalah De Klerk. Realitanya pula pendapatan Gubernur Jenderal VOC lebih besar ketimbang pendapatan para pembesar di Belanda. Itulah sedikit riwayat dari memori kehidupan pemerintahan kolonial pada masa itu.

    

    Selain difungsikan sebagai tempat tinggal, bangunan ini juga digunakan untuk melayani tamu yang berurusan langsung dengannya. Setelah De Klerk meninggal dunia, bangunan ini kemudian beralih fungsi. Pada tahun 1925 gedung ini dijadikan sebagai Lands Archief pemerintah Hindia Belanda. Pasca kemerdekaan Indonesia gedung ini dijadikan sebagai Arsip Nasional sebelum dipindahkan ke Jl.Amperan, Pejaten, Jakarta Selatan pada tahun 1974.


        Gambar 2. Bagian belakang bangunan | Foto: Hadi Putra

   

    Pada masa pemerintahan Orde Baru, gedung ini sempat ingin dibongkar, namun hal itu urung dilakukan sebab para usahawan Belanda mendirikan Stichting Cadeau Indonesia untuk memugar bangunan tersebut dan menjadikannya sebagai museum sekaligus hadiah bagi kemerdekaan Indonesia.

    

       Mengenai estetika arsitekturalnya, Sahabat Sigarda akan dimanjakan dan dibuat kagum oleh ukiran ventilasi pintu yang diukir begitu indahnya dengan balutan warna keemasan. Langit-langitnya pun tinggi sekitar 3 meteran, dengan ornamen lampu gantung (yang kini hanya sebagai penghias saja). Lantainya menggunakan marmer berkualitas tinggi. Adapun gedung ini bertingkat dua. Masih di dalam area bangunan ada sebuah lonceng besar yang menjadi salah satu ciri khas dari bangunan ini.


Gambar 3. Kondisi bangunan bagian dalam | Foto: Hadi Putra




Gambar 4. Pintu dan ventilasi bangunan | Foto: Hadi Putra

    Sahabat Sigarda yang dari luar Jakarta namun ingin berkunjung ke bangunan ini dapat diakses melalui Commuterline lalu turun di Stasiun Juanda. Kemudian transit naik Transjakarta dengan rute Transjakarta 10H lalu turun transit di Halte Petojo, seterusnya menyambung rute Transjakarta 3H, dan turun di halte Mangga Besar. Untuk harga tiket masuknya masih terjangkau dan bersahabat.


0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama