Kisah Si Merah....BENTENG 𝙑𝘼𝙉 𝘿𝙀𝙍 𝙒𝙄𝙅𝘾𝙆...


Oleh: Ika Dewi Retno Sari


Salam Sigarda ✌️ Indonesia 🇮🇩


Benteng Van der Wijck adalah sebuah benteng peninggalan Belanda yang menjadi aalah satu objek wisata sejarah di Gombong. Sebelumnya, benteng ini bernama 𝑭𝒐𝒓𝒕 𝑪𝒐𝒄𝒉𝒊𝒖𝒔 atau Benteng Cochius. Benteng ini dibangun pada setelah berakhirnya Perang Diponegoro (1825-1830). Lokasi Benteng Van der Wijck berada sekitar 19 kilometer dari pusat Kota Kebumen, tepatnya di Jalan Sapta Marga No. 100, Sidayu, Kota Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Bangunan Benteng  memiliki bentuk segi delapan dengan luas kawasan benteng mencapai 7.168 meter persegi. Berkeliling ditemani pak Teguh Hindarto dan mbak Alona Ong dari Komunitas Kebumen yang banyak menceritakan tentang si Benteng Merah ini.

Gambar 1. Bagian Dalam Benteng Van der Wijck
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Mengutip tulisan pak Teguh Hindarto, sebuah artikel dua seri berjudul, Het Defensiewezen op Java ( De Locomotief 24 dan 27 Desember 1880) memberikan keterangan penting mengenai tahun pembangunan dan awal penamaan sejumlah benteng di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat. Dalam artikel yang ditulis Tanggal 24 Desember 1880 dikatakan sbb: "Pada tahun 1839 ditetapkan oleh gubernur yang sama bahwa benteng yang sedang dibangun di Ngawi akan menyandang nama Benteng Jenderal Van den Bosch, dan bahwa benteng-benteng yang masih akan dibangun di Kartosono, Gombong dan dekat Bandong akan diberi nama Benteng Jenderal De Kock, Benteng Jenderal Cochius dan Benteng Kolonel Van der Wijck". Pendirian dan penamaan 3 benteng ditetapkan dalam Staatblad No 23 Tahun 1839. Dari ketiga benteng tersebut, hanya Fort Cochius di Gombong yang tetap dibangun dan bernama Cochius, sementara dua benteng lainnya nampaknya tidak diselesaikan pembangunannya. Nama yang diambil dari pemimpin perang Belanda, Frans David Cochius (1787-1876), yang pernah bertugas di daerah Bagelen, salah satu wilayah karesidenan Kedu.


Ketika memperhatikan bentuk benteng ini yang bersegi delapan, tidak terlihat ada bastion di sudut-sudutnya. Juga tidak terlihat adanya jalur yang dipakai untuk melakukan patroli di bagian paling atas. Hanya terdapat beberapa lorong untuk naik ke bagian atap. Nampaknya benteng ini bukanlah benteng pertahanan, tetapi benteng penyimpanan logistik, sebagai bagian dari strategi benteng stelsel pada masa Perang Diponegoro. Pasca Perang Jawa, kawasan benteng ini digunakan sebagai  Puppilenschool, yaitu sekolah kadet untuk anak-anak keturunan Eropa yang berusia 8-15 tahun diprakarsai oleh Letnan Kolonel von Lutzow pada tahun 1846. dan bertahan sampai 1 Juni 1912. Saat ini di sebelah benteng digunakan untuk Secata (Sekolah Calon Tamtama) RINDAM IV/Diponegoro.

Gambar 2. Hotel Wisata Benteng Van der Wijck
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Riwayat  tentang benteng ini dilengkapi dengan penjelasan beberapa bapak, penduduk asli yang menceritakan ingatan masa kecilnya tentang Benteng Van der Wijck. Salah satunya adalah pak Fajar. Beliau tinggal di dekat benteng ini pada tahun 1972-1990. Menurut beliau, lantai pada lapangan tengah benteng dibuat dari bata yang disusun tegak. Warna benteng tidak merah, tapi bahkan sudah menghitam.  Sebagian jendela masih berjeruji besi. Dan anak2 di sekitar sana sering menggunakan atap benteng untuk  bermain layang-layang. Beliau sempat menyampaikan keprihatianannya terhadap dan kondisi Benteng yang justru sekarang terkesan kurang terurus dengan baik. 


Ketika berkeliling di dalam benteng memang terlihat vandalisme di tembok bagian dalam. Sementara di bagian atap, kereta mini berkeliling beberapa kali dalam sehari. Bisa dibayangkan jika sedang ramai pengunjung maka berapa kali kereta ini akan berjalan. Kekhawatiran yang muncul adalah seberapa kuat tembok benteng akan bertahan dari getaran kereta mini yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Belum lagi  bangkai kereta kecil yang diletakkan begitu saja di atas atap. Tembok bagian dalam juga sebagian sudah berlumut akibat kebocoran atap, kapilerisasi dinding, dan kelembaban.


Keberadaan Benteng sebagai destinasi wisata Sejarah, juga nampaknya kurang diperhatikan. Hal ini terlihat pada diletakkannya ornamen-ornamen tambahan di bagian luar benteng yang tidak sesuai dengan konteks kesejarahannya, dan lebih terkesan hanya untuk menarik pengunjung  sebagai tempat bermain anak-anak. Belum lagi  keterangan-keterangan  di dalam benteng yang tidak tepat, sehingga berpotensi menimbulkan pemahaman yang salah tentang sejarah benteng ini. Semoga kondisi ini  bisa segera dibenahi, dan benar-benar menjadi wisata sejarah yang menarik dan edukatif.

Gambar 3. Halaman Sekitar Benteng Van der Wijck
Sumber: Dokumentasi Pribadi


#KENALI

#CINTAI

#Bersama

#SINAU_CAGAR_BUDAYA

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama