Motif Binatang pada Seni Cadas di Situs Arkeologi Indonesia Timur


Oleh: Heru Mulyanto

Seni cadas atau Rock Art dalam bahasa Inggris adalah sebuah situs peninggalan manusia prasejarah yang berupa lukisan-lukisan di dinding gua. Seni cadas merupakan simbol kebudayaan masyarakat prasejarah yang dapat mengungkapkan bentuk pengetahuan dan perilaku suku pembuatnya. Seni cadas diperkirakan telah ada di Indonesia sejak 4000 tahun yang lalu – antara akhir periode mesolitikum dan awal periode neolitikum – dan kebanyakan tersebar di beberapa tempat di Kalimantan dan Papua: wilayah Berau (Kalimantan Timur), Kaimana (Papua Barat), Lembah Baliem (Jayawijaya), Teluk Triton (Kaimana), Biak, dan beberapa tersebar di Timor Leste dan Sulawesi Selatan. Seni cadas tidak hanya berbentuk cap tangan semata, melainkan juga ada yang berbentuk tumbuhan, hewan, benda alam, benda budaya, manusia dan bentuk simbol-simbol spiral, paralel, titik-titik dan bentuk lainnya yang tentunya memiliki arti tersendiri. 

Lalu, apa tujuan manusia purba membuat lukisan cadas tersebut?
Lukisan cadas dibuat manusia purba dengan tujuan untuk mengekspresikan perasaannya tentang apa yang dialami, dilihat, dirasakan, dan dapat juga sebagai bentuk imajinasi belaka dari masyarakat purba yang hidup kala itu. Setiap bentuk motif lukisan cadas memiliki arti sendiri yang berbeda dengan motif lainnya. Lantas, bagaimana para arkeolog dapat mengetahui arti dari lukisan-lukisan cadas tersebut? Padahal para arkeolog tidak mengenal sosok yang membuat lukisan yang dimaksud. 

Dalam menganalisis suatu tinggalan prasejarah, para arkeolog menggunakan apa yang disebut sebagai metode arkeologi. Metode ini merupakan langkah-langkah dalam mengumpulkan data, mengamati, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan suatu temuan arkeologis berdasarkan bentuk fisik, simbol dan tulisan yang terdapat di prasasti. Mengenai seni cadas, arkeolog menggunakan 3 pendekatan untuk mengetahui arti dari suatu lukisan cadas: (1) Pendekatan model normal (menafsirkan dengan menduga-duga bentuk yang ditemukan dengan kemiripan-kemiripan bentuk yang diimajinasikan peneliti), (2) Pendekatan arkeologi murni, dan (3) Pendekatan Semiotika (memaknai lukisan dengan menghubungkan satu gambar dengan gambar lain dalam suatu pola tertentu.
Seni Cadas Leang-leang | sumber gambar: BPCB Makassar
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tiap-tiap motif lukisan memiliki arti yang berbeda, misalnya motif manusia menunjukkan pola perilaku masyarakat, pola hewan menunjukkan gambaran tentang hewan-hewan yang biasa ditemui namun, beberapa hewan memiliki arti simbolik – misalnya, ular dan kadal adalah simbol keberadaan nenek moyang. Pola tumbuhan menunjukkan jenis-jenis tanaman yang telah dibudidayakan saat itu, sementara motif-motif patung melambangkan kegiatan religi masyarakat. 

Setelah mengetahui bagaimana cara arkeolog mengetahui makna dari rock art tersebut, belum lengkap rasanya jika tidak membahas makna dari salah satu situs seni cadas di Indonesia Timur.
Situs pulau Misool adalah situs rock art yang menarik untuk dicari maknanya. Mengapa? Karena gambar-gambar cadas tersebut terletak di sebuah pulau di Kukusan kepulauan di Raja Ampat. Hal ini menandakan bahwa manusia purba yang menghuni Pulau Misool kala itu pastinya sudah memiliki keterampilan berlayar menyeberangi pulau untuk berburu dan kembali ke Pulau Misool. Berdasarkan motif-motif yang ditemukan di Misool, motif fauna adalah salah satu yang menarik. Motif fauna pada lukisan cadas di Misool kebanyakan bermotif hewan laut. Misalnya, siluet-siluet menyerupai ikan baronang dan beberapa motif kura-kura. Motif binatang yang paling sering digambarkan pada situs dalam kawasan seni cadas Misool adalah ikan tuna, lumba-lumba, dan ikan surgeonfish. Motif fauna maritim ini memiliki arti bahwa lingkungan laut turut berpengaruh terhadap gaya hidup manusia pendukung kesenian cadas di Misool.
Lukisan di Pulau Misool | sumber gambar: kemendikbud.go.id
Selain motif binatang, terdapat pula motif lain, yaitu simbol-simbol tanpa bentuk yang diduga memiliki arti tersembunyi dibaliknya. Misalnya, motif garis-garis, kotak-kotak, topeng, geometris, dll. Sampai saat ini, arkeolog belum dapat mengidentifikasi arti dari bentuk-bentuk simbolik ini. Perlu dikembangkan metode baru untuk dapat mengartikan motif simbolik tersebut.

Motif-motif binatang pada gambar cadas di gua-gua tidak hanya menyimbolkan pengaruh lingkungan terhadap kehidupan manusia pendukungnya, namun juga dapat berarti bahwa motif binatang adalah representasi dari roh-roh nenek moyang. Konteks kebudayaan yang sifatnya spiritual semacam ini telah ditemui di situs-situs cadas di seluruh belahan dunia. Shamanisme adalah contoh dari unsur spiritual dari motif-motif binatang gambar cadas. Shamanisme sendiri adalah semacam praktek perdukunan yang kegiatannya adalah penyembahan terhadap unsur-unsur religio-magis yang ada di alam. Tokoh yang mempraktekkan tradisi ini disebut Shaman. Tradisi Shamanisme muncul pada komunitas masyarakat purba yang berkebudayaan berburu dan meramu. Oleh karena itu, telah dikenal pemanfaatan tanaman-tanaman sebagai obat dan juga sebagai alat ritual (biasanya tanaman halusinogen). Kebudayaan Shaman pertama kali ditemukan di Mongolia hingga ke Siberia. Shaman biasanya digambarkan sebagai seseorang yang memakai jubah kulit binatang yang menghubungkan dunia roh, dunia manusia, dan dunia binatang (tak jarang Shaman juga merupakan master of animal) yang bertugas pula sebagai penyembuh penyakit. 

Kegiatan penyembuhan/pengusiran penyakit pada masa prasejarah sangat berbeda dengan penyembuhan penyakit pada masa setelah mengenal tulisan. Shaman menyembuhkan penyakit secara sudut pandang spiritual. Dalam artian, orang-orang Shaman melihat tanda-tanda datangnya penyakit melalui gejala halusinasi yang disebut dengan fenomena entoptik. Apa yang dilihat Shaman ketika mengalami gejala entoptik adalah bentuk-bentuk geometris seperti spiral, paralel, garis kisi-kisi dasar, dan bentuk-bentuk lain. Garis-garis geometri inilah yang dinilai sebagai penyakit yang digambarkan pada rock art keluar dari mulut hewan dan berubah menjadi suatu penyakit.

Namun, dalam kasus gambar cadas di Misool, tidak ditemukan adanya indikasi praktek Shamanism dan hanya ditemukan bahwa motif-motif hewan tersebut adalah representasi dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi gaya hidup masyarakat tersebut. 


Daftar Rujukan: 
  • Arifin, Karina & Delanghe, Phillip. 2004. Rock Art in West Papua. Paris: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. 
  • Arifin, Karina. 2020. Dapatkah Gambar Cadas Prasejarah Memperlihatkan Kegiatan Pengusiran Atau Penyembuhan Penyakit? Dalam Sutrisno, R.M; Suyono, S.J; dan Muhtarom, Imam (eds). BhÅ«miÅ›odhana Ekologi dan Bencana dalam Refleksi Kebudayaan Nusantara (hlm: 63-81). Yogyakarta: CV. Sulur Pustaka.
  • Djami, E.N.I. 2011. Seni Cadas di Wilayah Biak Timur. Jurnal Papua TH. Vol. III No. 1, hlm: 65-78.
  • Latief, Feri; Rahim, O.M & Pasaribu, Y.A. Konteks Budaya Motif Binatang pada Seni Cadas Prasejarah Misool, Raja Ampat, Papua Barat. AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 1, hlm : 1-16.
  • Nasruddin. 2015. Membaca dan Menafsirkan Temuan Gambar Prasejarah di Pulau Misool, Raja Ampat, Papua Barat. Jurnal SBA Vol. 18 No. 2, hlm: 150-168. 

Salam Sigarda ✌️ Indonesia 🇲🇨

#KENALI
#CINTAI
#Bersama
#SINAU_CAGAR_BUDAYA

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama