Umbul Jumprit: Situs Petirtaan Sakral dengan Folklor Berlatar Majapahit-Demak

Oleh Widjatmiko AP

Saya sering melakukan perjalanan ke Dieng, namun baru kali ini menyempatkan mampir ke situs Umbul Jumprit. Rasa penasaran menjadi penggugah saya untuk mengunjungi situs pemandian ini. Lokasinya di Lereng Gunung Merbabu, Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Jalur menuju situs ini searah dengan Perkebunan Teh Tambi.

Sebelum memasuki petirtaan, kita akan melewati sebuah gapura paduraksa dengan hiasan kala yang memiliki ciri khas kala Jawa Timuran. Setelah melewati gapura akan sampai ke mata air yang digunakan untuk mandi para pengunjung. Terdapat bangunan beratap dan tertutup yang di percaya merupakan makam Pangeran Singonegoro, istrinya, dan Ki Dipo. 
Situs ini dinamai Umbul Jumprit (mata air Jumprit) dikarenakan adanya legenda ahli nujum dari Majapahit yang bernama Jumprit. Ia melakukan tapa di tempat tersebut, sehingga lokasi petirtaannya dinamai Umbul Jumprit. Uraian tersebut saya dapatkan dari Serat Centini.

Terdapat cerita lainnya yang berasal dari Desa Tegalrejo, namun tidak berhubungan dengan Umbul Jumprit. Cerita tersebut berdasarkan penuturan juru pelihara Situs Umbul Jumprit dan penduduk setempat tentang ketokohan Pangeran Singonegoro. Pada saat itu Kerajaan Demak dengan pemimpinnya bernama Raden Patah melakukan perluasan daerah hingga masuk ke wilayah Kerajaan Majapahit. Masyarakat Majapahit ada yang patuh, juga ada yang memusuhi kebijakan Raden Patah. Salah satu yang patuh adalah Pangeran Singonegoro. Ia akhirnya mengasingkan diri ke dataran tinggi di daerah Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Pangeran Singonegoro menempati wilayah tersebut bersama istrinya, kedua pengawalnya yaitu Mahesa Aduk dan Endong Ukung, serta seekor kera putih yang bernama Ki Dipo. 

Pangeran Singonegoro bertapa dan menyebarkan ajaran Hindu di sekitar daerah Tegalrejo bersama istrinya hingga akhir hayatnya. Ketika Pangeran Singonegoro meninggal, kedua pengawalnya berpindah tempat ke lembah dan mendirikan Candi Pringapus. Adapun Ki Dipo tetap menghuni dataran tinggi tersebut dan beranak pinak menjadi kawanan kera yang saat ini dijumpai di Lereng Gunung Merbabu. 
Masyarakat ramai mengunjungi Umbul Jumprit pada malam 1 Sura. Mereka melakukan ritual mandi dan melakukan tradisi Suran Traji. Selain itu, masyarakat Buddhis dari berbagai tempat dan negara akan datang ke tempat ini guna mengambil air setiap tahunnya. Air tersebut digunakan untuk prosesi peribadatan Hari Raya Waisak di Candi Borobudur.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama